Kamis, 15 Oktober 2009

Menuai Surga Dengan iman dan Amal Soleh

Mungkin seorang akhwat (putri) nampak aneh ketika harus memakai jilbab yang besar, pakaian yang longgar, menjaga adab pergaulan dengan laki-laki atau bahkan tidak pacaran layaknya remaja seusianya. Begitu juga dengan seorang ikhwan (putra) memkai celana jegrang, berjenggot panjang, rajin solat di masjid, pengajian, tidak pacaran dan sebagainya akan nampak aneh pula. Tidak ngetrend, kuno, kolot katanya. Padahal seandainya kita tahu setelah menyatakan diri beriman kepada Alloh , tidak ada ilah kecuali Alloh  dan bahwa Nabi Muhammad  adalah rosul Alloh , maka seketika itulah kita harus sami’na wa atho’na (kami taat dan mendengar). Ada konsekuensi yang harus dipenuhi, ada perintah yang harus dilaksanakan dan larangan yang harus ditinggalkan. Sebab, setiap janji harus dipenuhi dan akan ada tanggungjawab. Bukan kata-kata sampah yang busuk. Begitu juga dengan iman. Tidak hanya sekedar ucapan dan keyakinan tetapi harus dengan perbuatan. Konsekuensi. Sudahkah kita laksanakan perintah-Nya?

Makna Iman


Iman adalah amalan hati. Ia tidak dapat di ukur apalagi diketahui. Tidak ada alat atau batasan untuk mengukur dan mengetahui. Iman berasal dari bahasa Arab aamana-yu’minu-imanan yang secara bahasa berarti beriman atau percaya. Sedangkan secara syar’i, qoulun bil lisan, tashdiqun bil qolbi, wa amalin bil jawarih yang berarti diucapkan dengan lisan, dibenarkan dalam hati dan dilakukan dengan amal perbuatan. Jadi iman bukan hanya sekedar pengakuan dan keyakinan, akan tetapi dilakukan dengan amal perbuatan. Menyeluruh, meliputi ketiga hal tersebut. Sebagai wujud atas pembenaran terhadap apa yang telah dikatakannya. Suatu ketika Rosululloh  pernah ditanya tentang iman, beliau mengatakan, “Kamu beriman kepada Alloh, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rosul-Nya dan hari akhir serta beriman kepada takdir baik dan buruk”. (HR. Bukhori)

Tak Sekedar Ucapan dan Yakin

Mungkin diantara menduga bahwa setelah kita mengucapkan kalimat syahadat, laa ilaha illalloh, secara otomatis iman kita langsung sempurna. Sehingga merasa baginya tak perlu beramal sholeh. Apalagi menjaga, merawat dan memupuknya. Sehingga buah yang dipetik akan terasa hambar, tak terasa. Karena kita salah memahami ilmunya. Iman yang benar akan menjadikan hati kita terasa indah dan nyaman. Karena ada tumpuan yang pasti yang hendak kita tuju, Alloh . Alloh  berfirman, “Tetapi Alloh menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al Hujurot : 7). Kita tahu iblis telah di vonis kekal di dalam neraka. Apakah ia tidak beriman? Kalau hanya sekedar ucapan dan keyakinan, kita jawab “ya” bahkan lebih hebat dari kita. Akan tetapi iblis masuk neraka karena imanya tak sempurna. Ia tidak mau menjalankan perintah dari Alloh . Ketika diperintah Alloh  sujud kepada Nabi Adam , iblis enggan untuk bersujud, tetapi justru membantah dengan mengatakan, “Aku lebih baik dari dia (Nabi Adam ), Engkau ciptakan aku dari api dan dia dari tanah! Itu analogi iblis. Tapi kalau kita hanya sekedar ucapan dan melakukan amal sholeh tapi tidak yakin, kita tak ubah seperti orang munafik. Ibarat sebuah pohon yang memiliki batang yang besar, berbuah lebat, berdaun rindang akan tetapi rasanya hambar. Nampak indah namun akarnya rapuh.

Buktikan Imanmu!

Rasa malu adalah baik seluruhnya. Al haya’u kulluhu khoirun, demikian lslam menggambarkannya. Malu adalah sumber akhlak yang mulia. Malu dalam amal kebaikan merupakn keburukan dan mengumbar rasa malu juga menimbulkan bencana. Mengapa kita enggan sholat, menghadiri majlis ilmu, mengenakan jilbab, berbusana muslimah yang lebar yang tidak menampakan lekuk-lekuk tubuh, menjaga kesucian diri dari tangan-tangan jahil, dan tidak pacaran? Masih malukah dengan iman yang kita miliki? Belumkah saatnya hati kita tunduk patuh terhadap perintah-Nya? Atau kita sedang lalai dari peringtan-Nya? Karena iman yang benar akan memancarkan cahaya kesholehan pada diri seorang hamba. Karena ia tumbuh dari ketaatan-ketaatan kepada-Nya. Tidak perlu takut dan ragu untuk memulainya. Cemohan, ejekan, dan pengucilan adalah kerikil-kerikil kecil dalam menuju kesholehan. Yang akan mengajarkan dan mendidik kita membentuk pribadi yang sholeh lagi taqwa. Bukankah setiap ujian akan menaikkan martabat kita disisi Alloh  apabila kita ikhlas? Dan Alloh  telah menjanjikan bagi siapa yang beriman dan beramal sholeh dengan surga-Nya. “Barangsiapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 97). Firman-Nya juga, “Dan Alloh tidak akan menyia-nyiakan imanmu.“ (QS. Al Baqoroh : 143). Jadi apa yang menjadikanmu ragu atas janji-Nya. Bertanyalah kepada hati kecil kita. Kemudian renungkan dan temukan jawabannya. Kita tentunya tak mau mengkianati Alloh  dan Rosul-Nya. Dan semua dari kita menginginkan surga. Dan itu pasti. Apabila kita telah yakin dengan semua ini, mulai, detik ini, rubahlah perilaku-perilaku kita yang melanggar perintah-perintah-Nya. Bangunlah kembali bangunan iman kita yang roboh. Jangan menunggu besok, besok dan besok. Tetapi sekarang. Tata kembali amal-amal kita yang tercecer, sendi-sendi iman yang rapuh, hingga saatnya nanti berjumpa dengan Alloh  dalam keadaan muslim lagi taqwa. Amin!

Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan keimananku di dalam ketaatan kepada-Mu. Mudahkan hamba untuk melakukan amal sholeh dan ketaatan kepada-Mu. Dan pertemukanlah diri hamba dengan Engkau tanpa membawa kedzoliman sedikit pun. Amin!

Wallohu a’lam bishshowwab


Tidak ada komentar: