Sebuah Renungan bagi remaja
Masih ingat tentang kisah burung elang kecil yang ingin bisa terbang. Ada rasa takut, ragu, cemas, bimbang, dan pesimis jatuh. Dengan tahapan pertama proses belajar terbang di atas sarang. Dengan mengepakkan sayapnya yang belum lengkap bulunya. Setelah bulu sayap sempurna ia beranikan terbang sendiri keluar sarangnya. Dengan keberanian yang cukup ia pun mulai terbang di luar sarang. Akhirnya ia bisa terbang dengan sendirinya tanpa takut untuk jatuh. Dengannya ia pun mampu melalang buana terbang menjelajahi alam angkasa.
Seolah baru kemarin hari kita menjadi anak kecil. Yang selalu dekat dengan ayah ibu; disayang, dimanja, dipeluk dan selalu minta apa-apa kepadanya. Itu hal yang telah kita alami kemarin lusa. Tak terasa sentuhannya. Yang seluruhnya, apapun, selalu bergantung kepada kedua orang tua.
Jalan menuju kedewasaan memang membutuhkan seuatu keberanian. Bukan pasrah kepada keadaan, tapi harus dihadapi. Dan berbeda lagi dengan sifat anak kecil, yang inginnya selalu hidup senang, dimanja, bermain-main dan bebas masalah. Tentunya kita bukan yang dulu lagi, tapi telah menjadi sosok remaja dewasa yang siap mengatur diri sendiri menghadapi lika-liku kehidupan. Apalagi tak selamanya nanti bisa hidup bersanding dengan ayah ibu. Lambat laun, seiring berjalannya umur, mereka semakin lemah, meninggalkan kita. Dan sebaliknya, kita yang akan merawat mereka berdua. Bergantian. Bila bukan seperti itu, tak ubahnya diri kita hari ini, saat nanti, seperti anak kecil yang lebih cengeng, walaupun secara umur dibilang dewasa atau bahkan tua. Tak jarang kita jumpai orang yang kelihatan sudah dewasa atau bahkan tua tapi tingkah lakunya tak ubah seperti anak kecil; Egois, sempit berpikir, marah yang membabi buta, dan menjatuhkan pilihan sesuai dengan dirinya (nafsunya).
Setelah kita menjatuhkan sebuah pilihan dalam hidup, maka hal itu yang harus kita pegang eat-erat. Jangan menjadi laksana seekor bebek yang selalu mengikuti kesegala arah tanpa tahu tujuannya. Akan tetapi jadilah orang yang mempunyai prinsip hidup yang nantinya menjadi penuntunnya. Jati diri yang bagaimana yang hendak kita miliki. Jangan asal-asalan dalam menjalani hidup, agar nantinya juga tidak sekedar asal-asalan juga mendapatkan sesuatu. Apapun itu.
Menjadi remaja dewasa memang tak mudah. Disaat keinginannya nafsunya lebih mendominasi daripada akal sehat dan mata hati jernihnya. Memang tidak terjadi secara instant, tapi melalui tahapan proses pembelajaran dan pengalaman. Butuh ilmu dien (lslam ) yang dalam, pengetahuaan, tsaqofah yang luas, pengalaman dan tentunya kedekatan dengan Robbnya. Yang terkadang semua itu bertolak belakang dengan pribadi nya. Dan cenderung lari daripadanya. Tapi sebenarnya bukan bertolak belakang dengan prinsip dan pribadinya, hanya saja tidak punya pilihan dan hati lebih didominasi dengan hawa nafsu. Sehingga yang tidak sesuai dengan nafsunya langsung ditolak. Dan ini realitas remaja hari ini. Semua keinginannya harus terpenuhi. Titik ! Akibatnya memunculkan perasaan bimbang, bingung, ragu dalam menjatuhkan pilihan hidup. Idealitas yang seharusnya dimiliki terpupus oleh realitas (keadaan ) yang ada. Sehingga yang terjadi kesimpangnyiuran dalam hidup. Tak terarah ! Pacaran, mabuk-mabukan, free sex, narkoba adalah tempat pelariannya. Makanya tak heran bila ilmu dien, majlis ta’lim, seminar keislaman, komunitas yang solih, pada mereka jauhi. Kebih memilih semua itu.
Kefakihan ilmu dien ( lslam ) adalah sarana menuju gerbang itu. Bukan umur, tinggi badan, harta maupun intelektual.Semua orang mempunyai kesempatan yang sama. Semakin orang fakih (paham) ilmu dien, semakin ariflah dalam mensikapi hidup. Memilih dan menentukannya. Karena ia akan semakin tahu tugas dan tanggung jawabnya. Bukan malah disia-siakan untuk bermaksiat dan bersenag-senang. Ia menempatkan segala sesuatu tepat pada tempatnya. Tidah gegabah, asal-asalan, tetapi penuh kecermatan. Dan akan hati-hati dalam setiap hal. Apapun itu. Semua dipikirkan secara matang dan terarah berdasarkan ilmu sebelum bertindak. Imam Hasan Al Basri mangatakan: “ Berpikir sejenak sebelum melakukan sesuatu lebih baik daripada solat malam suntuk.” Semakin hari semakin bertambah umur, tentunya semakin tua pula. artinya harapan kita tak ingin hidup sekedar asal-asalan tanpa makna yang jelas. Sia-sia. Atau bisa jadi malah kepahitan penyesalan yang kita petik.
Mungkin sampai hari ini belum menemukan siapa diri kita sebenarnya, tujuan hidup , dan bagaimana akhir kehidupan kita. Memang tak mudah mengenali diri sendiri. Orang yang mengetahui diri sendiri ia akan lebih mudah dan terarah dalam aktivitsanya. Ia akan melakukan segala aktivitas yang bermanfaat baginya. Bukan aktivitas yang tak bermakna bahkan maksiat. Bukan egois, emosi, ingin menang sendiri yang dikedepankan. Ada tujuan-tujuan jelas terpampang luas didepan mata. Tanggung jawab yang diemban, dan masalah yang harus diuraikan. Bukan malah lari daripadannya. Dan inilah yang akan mengajari dan mendidik kita kearah kedewasaan. Untuk belajar lebih arif, luas pandangan, matang dalam menyusun rencana dan tujuan, dan berpikir jeli. Sebab, sekarang, bukan anak kecil lagi yang lebih menonjolkan emosionalnya dalam bertindak. Tapi sudah memiliki tujuan yang jelas. Sebelum semua penyesalan datang secara berserentak, maka hadapi semua dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih kemudian uraikan satu persatu. Dan, hari ini, sudahkah kita melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai hamba-Nya, diri sendiri, anak, dan aktivitas belajar/ pendidikan kita ? Dan semoga tanggungjawab, ujian demi ujian, bisa mengantarkan kita menuju gerbang kedewasaan. Bukan anak-anak kecil lagi yang merengek-remgek penuh kemanjaan. Tapi sudah dewasakah kita ?!
Wallahu a’alam
safana
1 komentar:
bismillah,, keep istiqamah buat 4shema... i like d' articles^^
Posting Komentar